-->

METODE HERMENEUTIKA AL-QURAN

METODE HERMENEUTIKA AL-QURAN

Dewasa ini, hermeneutika sering dijadikan sebagai metode penafsiran Al-Quran oleh ulama-ulama kontemporer. Metode hermeneutika Al-Qur'an ini agak berbeda dengan metode penafsiran yang sering digunakan para ulama salaf. Sebab metode yang digunakan berbeda dengan ulama-ulama salaf (tafsir klasik), produk yang dihasilkan pun sedikit berbeda (meskipun pada dasarnya perbedaan penafsiran juga terjadi antar ulama klasik). 

kebanyakan produk penafsiran yang dihasilkan oleh ulama-ulama kontemporer berupa jawaban atau tanggapan dalam menjawab suatu problem masyarakat masa kini. Selanjutnya, kita bahas terlebihdahulu pengertian dan sejarah hermenutika.

Pengertian dan Sejarah Hermeneutika

Hermeneutika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari tentang penafsiran makna. Kata hermeneutika diambil dari bahasa yunani yakni hermeneuin yang mempunyai arti memberi pemahaman, menafsirkan, dan menerjemahkan. Dalam konsep islam, ulama islam menggunakan istilah ta’wil. Ta’wil merupakan istilah yang sama dengan hermeneutika.

Jika dilihat dari sejarah secara runtut. Hermeneutika diambil dari sejarah tentang nama dewa pengetahuan, yakni dewa hermes. Dalam mitologi yunani, dewa ini mempunyai tugas sebagai pemberi pemahaman kepada manusia tentang pesan yang disampaikan oleh dewa-dewa lain. Dewa hermes memiliki peran yang sangat penting dalam penyampaian pesan dari dewa-dewa tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Perkembangan Metode Hermeneutika Al-Qur'an

Dalam kajian ilmiah, hermeneutika muncul pertama kali dibawakan oleh Aristoteles dalam bukunya. Sejak saat itu, pada abad pertengahan hermeneutika mulai masuk pada tradisi agama Kristen dalam menafsirkan kitab suci mereka.

Menurut sebagian pendapat, pada awalnya dalam agama Kristen tidak memiliki metode yang telah ditetapkan untuk menafsirkan kitab suci mereka. Hal itu menuai dampak yang sangat buruk, setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda dalam menangkap suatu teks kitab suci. Demi menanggapi problem tersebut, salah satu tokoh agama Kristen menetapkan teori hermeneutic sebagai metode dalam menafsirkan kitab suci mereka.

Pada abad 18 sampai 19 masehi, proses hermeneutik dianggap tidak berbeda dengan proses filologi ( kajian yang dilakukan untuk memaknai teks kuno ). Selanjutnya, ilmu hermeneutika semakin berkembang dan manjadi proses penafsiran yang lebih umum ( bukan lagi sekedar untuk memahami teks kuno atau kitab suci ) tapi juga digunakan untuk memahami teks profane ( teks yang dikarang oleh manusia atau kebalikan dari teks suci/kitab suci ). Sampai pada akhirnya, proses hermeneutika memiliki banyak metode dan teori untuk menafsirkan suatu teks. 

Metode, Teori, dan Hasil Penafsiran dalam Hermeneutika

Dalam teori hermeneutika terdapat tiga unsur pokok yang tidak bisa dipisahkan yakni :

Pengarang teks

Pada proses menafsirkan perlu adanya analisis kepada pengarang teks seperti latar belakang, pemikiran, aliran, sampai pada psikologi pengarang. Hal tersebut dilakukan agar pesan yang disampaikan pengarang melalui suatu teks dapat ditangkap tanpa bias.

Teks yang ditafsirkan

Setelah melihat dan menganalisis pengarang. Proses selanjutnya adalah memahami dan mencermati teks. Dalam tahap ini, kecakapan dalam bahasa yang digunakan oleh teks sangat diperlukan.

Pembaca/penafsir teks

Pada tahap akhir, hasil analisis latar belakang pengarang dan pemahaman terhadap teks dikaitkan sehingga menjadi sebuah kesimpulan atau penafsiran.

Dengan adanya ketiga unsur tersebut, hasil penafsiran hermeneutika bisa bersifat subyektif, obyektif, dan intersubyektif. 

Hermeneutika subyektif

Hermeneutika subyektif adalah sebuah proses pemahaman  dengan hasil penafsiran yang ditekankan pada sisi penafsir.

Hermeneutika obyektif

Hermeneutika obyektif adalah sebuah proses pemahaman  dengan hasil penafsiran yang ditekankan pada sisi pengarang.

Hermeneutika intersubyektif

Hermeneutika intersubyektif adalah sebuah proses pemahaman  dengan hasil penafsiran yang melibatkan subyektif dan juga obyektif (kompleks).